Rabu, 09 November 2011

Masakan Rahma

MASAKAN RAHMA
By : Lilis Setiyorini, S.Pd

(Cerita ini aku tulis sebagai catatan di akun facebookku pada bulan puasa tahun kemarin) 

Buk, aku sing masak ya? Pinta anak pertamaku, Rahma. Aku hanya mengangguk lemah. Badanku lemas. Kepalaku  sakit sekali. Sepulang dari kegiatan di Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik kemarin, migrainku menyerang lagi. Biasanya sich aku pakai istirahat saja sudah reda. Tetapi ini, aku sampai muntah-muntah dan badanku terasa lemas sekali. Wah, dapat giliran sakit nich dari Allah.

Jam 3 siang,Rahma mulai menyiapkan masakannya. Dilihat semua isi kulkas. Buk, ada labu, tempe, sama kentang. Dibuat apa? Anakku bertanya lagi. Sak karepmu, jawabku sambil menahan sakit. Sayur asem ya buk, pakai bumbu instan saja. Aku mengiyakan. Tetapi.....lho buk bumbu asemnya ndak ada di lemari persediaan. Di rumah, memang ada lemari tempat menyimpan bahan-bahan makanan dan keperluan keluarga yang kami sebut lemari persediaan. Pake bumbu uleg saja, saran saya, tapi dia tidak mau. Dia memang paling tidak suka meng uleg bumbu. Akhirnya....buk, dibuat sambel goreng saja ya? Tanpa persetujuan aku lagi dia menyiapkan bawang merah iris, bawang putih iris, laos dan kecap manis. Ayo dik, ewangono mbak masak, kudengar dia meminta adiknya untuk membantu. Oke, Kahfi menjawab dengan gembira. Kudengar mereka diskusi tentang  kentang dan tempenya mau dibuat apa.

Jam 4.30 sore, masakan Rahma sudah siap. Ada sambal goreng labu yang tanpa cabe. Anak-anak dan suamiku memang tidak suka masakan pedas. Kulihat ada tempe goreng dan kentang goreng tepung. Kurang tah Buk, dia bertanya. Gak , sampeyan sama adik gak papa khan pakai lauk tempe saja? Dia mengangguk senang. Kulihat ada sinar bangga dimatanya karena sudah berhasil menyiapkan makanan untuk berbuka . Nasi nya gimana? Beres , katanya.

Jam 5 sore, adikku mengirimkan lauk sambel goreng kentang. Wah, lauknya nambah lagi, anakku senang. Suamiku datang. Setelah kedua anakku menyalami, ayahnya memberikan bungkusan makanan. Ternyata mbah buk nya mengirimkan makanan juga,  bandeng goreng dan sayur lodeh. Wah.....

Jam 5.15 sore, Rahma mulai menyiapkan piring untuk kami berempat. Biasanya aku memang selalu mengambilkan nasi di piring-piring. Tiba-tiba.....buk....dia berteriak sambil lari membawa piring ke kamarku. Wajahnya terlihat kecewa hampir menangis. Aku kaget. Ternyata....dia lupa menyalakan tombol cooking di rice cooker. Nasi yang sudah dia siapkan sejak jam 3 tadi, masih berupa beras. Wah....gimana nich? Buka puasa tinggal 16 menit lagi. Akhirnya.. aku memintanya untuk membeli  nasi saja di warung Buk Tin yang tidak jauh dari rumah.

Ketika berbuka, aku lihat  lauknya bermacam-macam. Iki aku sing masak kabeh, yah, katanya sambil bercanda. Ayahnya tersenyum. Iyo yah, sambel goreng sing gak pedes masakane mbak Rahma. Lodeh e masakanku, Kahfi ikut bercanda. Aku tersenyum mendengar celoteh anak-anakku. Enak kan buk, masakanku? Dia bertanya dengan bangga. Siip, jawabku sambil mengacungkan jempol. Migrainku sudah mulai reda.

Pelajaran berharganya? Sakit ternyata tidak selalu berarti buruk. Kemandirian dan kreatifitas anak-anakku  malah terlihat dalam situasi terdesak seperti itu.  Jaga kesehatan, jangan nungggu sakit. Pelajaran lainnya? Kalau masak di rice cooker, pastikan tombolnya sudah cooking, jangan di tombol keep warm. Ha ha ha (Untuk anak-anakku tercinta Rahma dan Kahfi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar