Minggu, 12 Februari 2012

Catatanku 1

Pembaharuan Kurikulum ,
Catatan Kuliah hari ini
Sabtu, 11 Pebruari 2012


Masalah dalam dunia pendidikan di Indonesia semakin kompleks. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah,  pengajar kurang profesional, semakin hilangnya nilai-nilai luhur bangsa bahkan aturan-aturan dalam  sistem pendidikan yang terkesan kacau. Hasil pendidikan di Indonesia hari ini terasa hambar.

Ada beberapa masalah utama pendidikan kita saat ini yang perlu dicermati, yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia pendidikan dan sistem pendidikan yang berlaku.

Permasalahan pendidikan terjadi karena adanya kesenjangan antara kenyataan dan harapan.  Mengapa kesenjangan itu terjadi, beberapa faktor diungkapkan.

1.  Filsafat negara.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

Antara filsafat negara dan kurikulum yang berlaku tidak sinkron. Kurikulum yang berlaku cenderung meng-ekor dari negara lain, dan tidak sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.  Ketika suatu negara berhasil dengan pendidikannya, para birokrat kita dengan bangga berusaha menerapkannya di Indonesia. Mereka hanya melihat hasil yang baik tetapi  tidak melihat bagaimana proses keberhasilan itu berlangsung.  Kognisi  lebih didewakan daripada afeksi. Tuntutan kurikulum selama ini hanya pada sebuah nilai verbal -saya menyebutnya angka-  bukan pada value dari pendidikan itu sendiri.

Dr.dr.B.M Wara Kushartanti (pemerhati pendidikan.red), mengungkapkan bahwa  sistem pendidikan Indonesia tidak membuat siswa kreatif karena hanya terfokus pada proses logika, kata-kata, matematika, dan urutan dominan. Akibatnya perkembangan otak siswa tidak maksimal dan miskin ide baru. (PPMI Malang, Persma.com)

Banyak masyarakat beranggapan kurikulum yang ada selama ini terlalu “padat”. Banyak materi dipaksakan masuk ke dalam kurikulum. Peserta didik dipaksakan menguasai semua kompetensi seolah otak peserta didik adalah software sebuah komputer. Proses bagaimana ilmu pengetahuan ter transfer sudah bukan urusan penting lagi. Pembelajaran bermakna seolah tanpa makna. Pengetahuan yang mereka dapat hanya kulitnya saja, sedang isinya belum mereka kuasai. Ibaratnya, kematangan mereka hanya kulitnya saja yang terlihat ranum, sementara isinya masih mentah.

Sebuah pertanyaan menarik dari seorang kawan. Mengapa harus berkiblat pada negara lain? Bukankah Pancasila kalau dijadikan pedoman untuk penyusunan kurikulum pendidikan Indonesia, lebih bermakna dan sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia?

2.   Tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan Indonesia seperti yang tercantum dalam GBHN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Menurut UU no 2 tahun 1989 Sisdiknas Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.  Pendidikan dapat dikatakan berhasil jika sudah mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan ditempuh dengan tindakan-tindakan yang jelas pula. Banyak masyarakat menganggap bahwa pendidikan yang semula dimaksudkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara seperti yang termaktup pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah melenceng dari arah semula (PPMI Malang, Persma.com). Banyak lembaga pendidikan yang dijadikan lahan bisnis untuk mencari keuntungan dan laba. Pendidikan dijadikan alat untuk mengindroktrinasi idiologi menurut kepentingan penguasa. Biaya pendidikan  semakin mahal dan tak terjangkau bagi masyarakat miskin.
Kualitas pendidikan  hanya diukur dari ijazah yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat). Berarti kalau  kita punya uang maka kita tidak usah sekolah tapi sama dengan yang sekolah karena memiliki ijasah. Harusnya pendidikan itu menciptakan siswa yang memiliki daya nalar yang tinggi, memiliki analisis tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam suatu permasalahan dapat mengambil suatu keputusan.

Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Tetapi kenyataan yang ada sekarang, terjadi sentralisasi dalam pendidikan. Mulai dari standardisasi nilai Ujian Akhir Nasional hingga kebijakan penerapan otonomi kampus di Perguruan Tinggi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Semua sistem yang dipaksakan diterapkan pada dunia pendidikan di Indonesia menimbulkan berbagai permasalahan di sekolah,  mulai dari menciptakan tim sukses UAN, kecurangan-kecurangan yang dianggap tidak ada,  penolakan keras,  kritik terhadap sistem, hingga kepasrahan para ujung tombak yang dengan sikap apatis berpikir “Koen nggawe model ngono, yo tak akali ngene, sik pinter maling e timbang polisine, lu jual gue beli”. Sebuah sikap apatis yang timbul karena suara-suara dari ujung tombak pendidikan ternyata tidak pernah dianggap ada.

3.  Perkembangan Masyarakat
Masyarakat berkembang sangat pesat. Ketika kurikulum pendidikan sudah tidak sesuai dengan masyarakat  maka diperlukan perubahan/pembaharuan kurikulum.

Memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan Negara lain. Peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan. Pendidikan di Indonesia tidak fokus sehingga out-putnya tidak  jelas kemana arahnya. Ibarat barang produksi, ketika dilempar ke pasar, masyarakat tidak mau menerima karena tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat. Selama ini, kurikulum yang berlaku selalu tertinggal beberapa langkah dengan masyarakat? Mengapa ya? Barangkali dibutuhkan kumpulan birokrat “paranormal” yang bisa menerawang masa depan, sehingga bisa “melihat” apa yang dibutuhkan oleh masyarakat kedepan, dan bisa menyusun kurikulum yang sesuai dengan pangsa pasar.

4.  Eksplosi Ilmu Pengetahuan
Ilmu Pengetahuan berkembang sangat cepat seperti deret ukur.  Perkembangan teknologi terutama teknologi komunikasi dan teknologi informasi (ICT), yang telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan tak terkecuali pendidikan.  Kemajun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa ilmu pengetahuan sangat luas dan tak terbatas, dunia terbuka sehingga peserta didik bebas mengakses ilmu pengetahuan dari sumber  lain. Kurikulum yang “jalan di tempat” akan ditinggalkan dan hanya menjadi tumpukan aturan-aturan administrasi yang tidak bermakna.

Sebuah pertanyaan”mau dibawa kemana, pendidikan kita ini” seperti  alunan merdu sebuah lagu. Merdu tetapi cukup pahit jika dimaknai secara mendalam. Pertanyaan itu membutuhkan sebuah jawaban segera dari semua unsur pendidikan di Indonesia.

Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Sebab percuma saja, jika kualitas sumber daya manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pingiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.

Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan jaman, guna mencapai hasil yang maksimal.

Perubahan kurikulum didasari pada kesadaran bahwa perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak lepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional, termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Tetapi yang perlu diperhatikan, perubahan kurikulum harus dilakukan dengan cermat, melibatkan unsur-unsur masyarakat yang kompeten. Dan yang penting, diperlukan “paranormal-paranormal birokrat” yang mampu melihat setidaknya lima tahun ke depan, yang mempunyai “telinga tipis” untuk mendengar apa kemauan masyarakat dan pelaku-pelaku pendidikan di seluruh pelosok negeri. Karena sebuah perubahan kurikulum, pasti memerlukan biaya sangat besar.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar