Rabu, 15 Februari 2012

Anak-anak Istimewaku


ANAK-ANAK ISTIMEWAKU


Setiap tahun,  di setiap kelas, selalu ada anak-anak istimewa. Diantara anak-anak istimewa itu, ada beberapa yang kenangannya masih melekat kuat dalam pikiranku.
Anak yang pertama kuingat adalah seorang gadis lugu yang bernama Fitri. Ketika berada di kelas 7 dan 8, aku tidak mengajar dia. Aku hanya mendengar dari penuturan teman-teman guru tentang seorang anak yang sangat pendiam. Dalam hati aku bertanya sependiam apa sich kok sering sekali menjadi bahan pembicaraan teman-teman?
Ketika Fitri di kelas 9, dia berada di kelas 9C. Kebetulan, aku mendapat tugas untuk mengajar di kelas 9C dan 9D. Ternyata.... gadis itu memang pendiam sekali. Dia jarang mengerjakan tugas-tugas yang aku berikan. Tak ada satu katapun yang keluar dari bibirnya.  Ketika dia  aku ajak bicara, dia hanya menjawab lirih tak terdengar oleh telingaku. Kata  teman-temannya, tak pernah satu kalipun dia berbicara. Aku bingung. Dalam hati aku bertanya-tanya, mengapa ya dia tak mau bicara sama sekali? Apa dia tidak bisa bicara? Apakah dia takut? Ataukah dia merasa tidak bisa dengan pembelajaran matematika yang saya berikan?  Anehnya.....nilai-nilai ulangannya tidak pernah pada urutan terbawah.
Dan.....teman-teman sekelasnya kadang-kadang taruhan. Taruhannya adalah membuat Fitri mau bicara. Sebenarnya....gak salah teman-temannya sich. Kan teman-teman sekelasnya juga penasaran dengan Fitri? Sering aku mencoba bicara dengannya, tapi jawaban yang aku terima cuma anggukan dan gelengan. Akhirnya aku mencari informasi tentang dia dari tetangga dan teman-teman SD nya. Dari tetangga dan teman-temannya aku tahu bahwa dia tidak gagu. Tapi dia memang pendiam. Sangat pendiam. Tetapi kalau di rumah, dia mau bicara, lho! Menurut psikologi, gejala apa ya itu namanya? Wow....aku bayangkan betapa istimewanya dia. Seharian tidak bicara? Apakah aku sanggup seharian tidak bicara? Ataukah menurut dia berbicara itu tidak penting?
Sampai dia lulus, teman-teman sekelasnya tidak ada yang menang taruhan. Dan aku? Aku masih bingung tentang mengapa dia tidak mau bicara.
Anak kedua yang selalu aku ingat adalah Siswoyo. Dia anak yang sangat energik, dan kreatif. Celetukan-celetukan yang dia lontarkan adalah celetukan cerdas dan bermakna. Tetapi dia sangat suka menjahili teman perempuannya. Kebetulan waktu itu aku menjadi wali kelasnya. Ketika teman perempuannya menangis dan aku ingatkan dia, jawabannya mesti “iyo iyo iyo,buk!” sambil mengatupkan kedua tangannya didada sambil memandang aku seolah minta maaf.
Sebenarnya, aku tidak pernah bisa marah dengan Sis. Selalu ada sikap atau perilakunya yang membuat aku tersenyum. Pernah suatu kali, karena keusilannya aku hukum dia membersihkan taman dan berjalan mengelilingi taman di depan kelasnya. Ketika aku memanggil dia untuk masuk kelas lagi, ternyata dia tidak segera masuk. “Wah...ndableg tenan arek iki” pikir saya. Tetapi tak lama kemudian dia masuk sambil membawa setangkai kembang yang diletakkan di meja guru. Teman-teman sekelasnya tertawa. Tahu kembang apa yang dia bawa? Kembang kangkung dan kembang lombok! Setelah lulus, dia bercerita mengapa kok selalu ingin berbuat usil. Ternyata dia ingin membuat saya benar-benar  marah. Ha?  Mengapa? Ternyata dia gemes kok saya jarang sekali marah. Wah.....memang istimewa sekali keusilan dia. Sis......sis!
Anak istimewa ketiga namanya Apri. Anak ini badannya tinggi besar. Di wajah dan badannya banyak sekali panu. Pakaiannya sering sekali terlihat kumal.  Apri sering sekali membuat bapak/ibu guru kesal. Sebenarnya bukan karena penampilannya yang kumal yang membuat kami kesal. Di semua pelajaran, dia tidak pernah mau mengerjakan tugasnya. Kalau teman-teman guru melakukan pembelajaran di kelas 8A, dia selalu sibuk sendiri dengan kebiasaannya mengusili temannya atau duduk bengong sambil tertawa-tawa. Anehnya ketika dalam perjalanan pulang dari study tour Bali dia berbalas pantun dengan teman-teman satu bis, eh selalu menang. Padahal dia di lawan oleh seluruh teman-temannya. Dalam bahasa Benjeng, dia “digerbu” oleh teman-temannya.
Sebagai wali kelasnya, saya sering mendapat pengaduan dari guru-guru yang mengajar di kelas 8A. Saya  selalu berbicara dari hati ke hati dengannya. Tetapi....tetap saja dia tidak berubah. Tetap malas mengerjakan tugas-tugasnya. Nilai-nilai ulangannya hampir semuanya tidak memenuhi KKM. Bagaimana ini? Kalau tetap seperti ini,  pasti tidak naik kelas.. Ketika saya tanyakan kalau gak naik kelas gimana. Dia hanya tertawa. Katanya “yo angon wedus ae buk!’ dalam bahasa Indonesia “Ya menggembala kambing saja, buk!”
Akhirnya, dia memang tidak naik kelas. Sedih juga sich, meskipun dalam hati kecilku lega juga gak ketemu dengan anak yang seperti itu. (jahat banget ya?). Kami semua berfikir dia akan pindah sekolah atau drop out seperti kebiasaan anak-anak sini jika tidak naik kelas. Kebiasaan jelek ya? Leganya.....kelas tanpa Apri! Sebuah pemikiran egois yang sebenarnya tidak boleh dimiliki oleh seorang guru. Tapi guru kan juga manusia. Kelas yang tenang dengan anak-anak yang pintar dan nurut tentu sangat meringankan tugasku. Mungkin tidak hanya aku yang punya pemikiran seperti itu.
Liburan pun usai. Tiga hari pertama ada kegiatan MOS, Anak-anak kelas 8 dan 9 bergiliran masuk untuk mengikuti pelatihan PBB. Hari Kamis aku mengikuti kegiatan musyawarah guru mata pelajaran. Pulangnya, aku ke rumah ibukku. Sesampai disana, adikku yang juga menjadi guru di SMP ku nyeletuk “Mbak, Apri menang meskipun gak naik kelas.” Aku menanyakan apa maksudnya. Ternyata si Apri tidak mutasi atau DO, tetapi tetapi mengulang di kelas 8. Ha ha ha, betul juga kata adikku. Sungguh istimewa si Apri. Semoga kami bisa lebih sabar dan ikhlas membimbing dia. (Buat anak-anakku alumni SMPN 2 Benjeng, semoga kalian selalu menjadi orang yang baik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar