Senin, 16 November 2015

Menunggu Tiket ke Jakarta



Menunggu Tiket ke Jakarta

Dua hari ini, di grup FB Simposium, kegelisahan dan kegusaran teman-teman guru yang kemarin mengirimkan karya tulis pada kegiatan Simposium Guru 2015 begitu terasa. 

Beberapa bulan yang lalu, Kementrian Pendidikan Nasional menyelenggarakan seleksi bagi karya tulis guru-guru dan praktisi pendidikan. Kegiatan itu terintegrasi dengan kegiatan Simposium Guru 2015 yang akan diadakan pada tanggal 23-24 Nopember 2015.

Awalnya, saya mendapatkan informasi dari teman-teman grup diklat online yang diadakan oleh PPPPTK Matematika. Para DOLers (begitu kami menyebutnya), adalah sumber informasi yang up to date. Informasi terbaru tentang dunia pendidikan banyak saya dapatkan di grup ini. Bahkan, kami seperti sebuah organisasi  MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Matematika yang berskala nasional, hanya dilaksanakan secara online. Berbagai media sosial menjadi media komunikasi kami misalnya  FB, BBM, WA, dan yang terakhir ini Telegram). Informasi yang ada di link  http://simposiumguru2015.kemdikbud.go.id/ memacu saya untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan itu. 

Pokoknya harus ikut, itu pikir saya. Menjadi peserta simposium di Jakarta adalah sesuatu yang menarik bagi saya. Apalagi saya belum memperoleh kepastian dari Dinas Pendidikan Kabupaten apakah karya saya kemarin dikirimkan atau tidak ke Lomba Inovasi Pembelajaran. Apalagi ternyata para DOLers ternyata juga banyak yang berniat sama dengan saya.

Dan,,,,, akhirnya makalah yang saya susun pun terkirim juga. Makalah saya yang merupakan laporan kegiatan inovasi pembelajaran dengan menggunakaan APM Halma Kartesius itu akhirnya bisa saya upload. Tentu saja dengan perjuangan melawan lemahnya jaringan internet yang ada dan besarnya file serta keterbatasan media laptop yang mulai sering protes pada pemiliknya.  Alhamdulillah. Mengikuti sebuah kompetisi bagi saya bukanlah tentang menang dan kalah, tetapi sebuah upaya untuk menjaga semangat dan kreatifitas. Saya selalu katakan pada teman-teman bahwa mengikuti beberapa kegiatan itu supaya saya tidak gampang pikun, mengingat usia juga sudah mulai menua. 

Peraturan tentang penilaian, sempat menjadi bahan pertimbangan juga untuk membatalkan kiriman itu. Tetapi saya berpikiran positif saja. Ternyata peraturan itu juga menjadi bahan diskusi beberapa teman. Karena adanya indikasi kecurangan, maka penilaian yang melibatkan vote  itu menjadi bahan pertimbangan tersendiri dari panitia.

Karya-karya hebat dari seluruh pelosok Indonesia telah terkumpul. Tak bosan saya membaca karya-karya teman guru serta melihat berbagai video inovasi pembelajaran. Di web, saya melihat ada sebanyak 4448 karya yang terkirim disana. Sebuah momen yang luar biasa. Sebuah semangat berbagi yang istimewa. Iming-iming hadiah istimewa yang menanti juga menjadi daya tarik tersendiri.

16 Nopember 2015, teman-teman yang mengirimkan karya tulisnya rame berdiskusi di FB Grup Simposium. https://www.facebook.com/profile.php?id=100010414024870&fref=nf Berbagai canda, kegelisahan, harapan dan kegusaran campur aduk jadi satu. Para peserta karya yang berasal dari seluruh pelosok Indonesia ini berharap bisa mendapatkan tiket ke Jakarta. Peserta yang semula akan dipilih 200, ternyata dinaikkan jumlahnya menjadi 250. Semua berharap menjadi yang 250. Tetapi jika bukan menjadi yang 250, menjadi peserta penggembira yang diundang ke Jakarta saja sudah merupakan kegembiraan bagi kami. Panitia begitu alot menentukan siapa peserta yang terpilih. Karena itu, panitia akhirnya mengundur pengumuman menjadi tanggal 17. 

Hari ini, 17 Nopember 2015, sampai jam 11.45, kami masih menunggu. Menunggu tiket ke Jakarta adalah sebuah harapan. Tetapi saya melihat, tiket ke Jakarta adalah sebuah semangat, sebuah kepedulian guru Indonesia terhadap dunia pendidikan, sebuah kehormatan bagi guru Indonesia karena memberikan kesempatan bagi kami untuk mempublikasikan karya kami. Nothing to lose. Ketika tak terpilih menjadi yang 250, setidaknya saya sudah berkarya. Ketika mendapatkan tiket ke Jakarta, maka itu adalah bonus bagi saya. Selamat Hari Guru #Simposiumguru2015 #BulanBaktiGuru

Minggu, 08 November 2015

Surat Rindi buat Presiden

Rindi, gadis manis ini membalas tantangan saya. Dengan senyum malunya dia menyerahkan file surat itu ke saya.



Benjeng, 22 Oktober 2015
Kepada
Yth Bapak Presiden RI  Joko Widodo
Di
Jakarta

Salam hormat saya buat Bapak Jokowi dan juga keluarga. Semoga di beri kesehatan dan juga di lancarkan  rezekinya. Semoga Bapak  Jokowi tetap tegar menghadapi kritikan dari masyarakat yang  mungkin bahasanya kurang berkenan di hati Bapak.  Bapak Presiden, perkenalkan nama saya Rindi Muntiara Bintang. Saya adalah seorang pelajar SMP. Saya siswi  kelas 9 di SMP Negeri  2 Benjeng, Kabupaten  Gresik. Rumah saya di desa Delik Sumber, kecamatan Benjeng. Sekolah saya ada di pelosok kecamatan Benjeng. Ketika ke sekolah, saya harus melewati beberapa desa yang  jalannya masih “gronjalan”,  paving jalan yang rusak dan jembatan darurat yang harus naik turun.  Jarak rumah saya dan sekolah sekitar 5 km.
Bapak, mohon maaf  jika nantinya kata-kata saya kurang berkenan di hati Bapak. Saya ingin menyampaikan suatu hal yang sering di keluhkan oleh masyarakat desa saya dan suatu keluhan di hati saya dan juga teman teman saya. Disini, di desa saya, desa Deliksumber, setiap musim hujan selalu terjadi banjir. Banjir sudah menjadi langganan bagi semua warga di desa saya. Mungkin karena desa saya yang berada di dekat aliran sungai Kali Lamong,  tempat yang rendah atau terpencil sehingga setiap musim hujan aktivitas saya dan teman-teman selalu  terganggu oleh banjir Kali Lamong.
Bapak Presiden, saya sudah kelas 9 waktunya saya untuk belajar lebih serius. Setiap hari Senin – Kamis,  saya pulang jam 14.30 karena ada tambahan pelajaran di sekolah. Pada saat les saya mengulang kembali untuk mengingatkan pelajaran yang menyangkut tentang Ujian  Nasional. Sekarang masih musim kemarau, Pak. Saya tidak khawatir kebanjiran. Tetapi ketika musim penghujan nanti, banjir bisa dipastikan akan datang menghadang. Dan  ketika banjir saya pun tidak bisa sekolah. Terus bagaimana mungkin saya bisa menerima pelajaran yang lengkap? Iya kalau kita mudah menerima pelajaran  itu, bagaimana dengan teman-teman saya  yang kurang cerdas, kasihan kan? Tolonglah saya Bapak Jokowi, berilah tindakan yang serius agar kami semua tidak kebanjiran lagi. Saya mohon, tolonglah saya! Sekolah saya sudah jauh jaraknya pun melebihi 5 km dan sekolah saya pun berada di dalam desa, tidak ada kendaraan  umum. Saya pun terpaksa membawa sepeda motor, walaupun sekolah dan  orang tua saya tidak sepenuh hati  mengijinkan  karena usia saya memang belum membolehkan saya membawa sepeda motor. Selain itu, orang tua saya juga  takut terjadi sesuatu di jalan. Orang tua saya tahu  bahwa jalan yang saya  lewati setiap hari cukup  jauh  berbahaya karena ada perbaikan jembatan yang sudah berlangsung beberapa bulan ini.
Bapak Presiden, perbaikan jalan, jembatan dan normalisasi Kali Lamong di kecamatan Benjeng dan sekitarnya sangat diharapkan oleh seluruh warga desa saya. Perbaikan sarana itu sangat berpengaruh pada ketenangan saya dalam belajar, Bapak. Dengan ketenangan belajar saya, maka saya dapat menyerap ilmu yang diberikan oleh Bapak dan Ibu Guru saya dengan maksimal. Beneran ya pak, tolong surat saya ini diperhatikan dan ditindaklanjuti.
Bapak, mungkin dengan  surat ini,  Bapak Jokowi bisa memberi tindakan yang bisa membuat masyarakat di Kecamatan Benjeng menjadi senang. Harapan saya dari siswa-siswi  kelas 9 SMPN 2 Benjeng agar tidak terjadi banjir lagi. Jangan hanya kota Jakarta dan sekitarnya saja yang di perhatikan, saya pun juga pengen di perhatikan. Sekian surat yang dapat saya sampaikan dan juga curahan hati saya, semoga dengan surat ini Bapak Jokowi bisa mewujudkan mimpi saya dan teman-teman. Terima kasih, Bapak..... J


\                                                                                   Hormat Saya


                                                                                    Rindi Muntiara Bintang

Surat Ayup buat Presiden



Meskipun saya guru matematika, saya hobby menyemangati anak-anak untuk mengembangkan bakatnya. Ketika ada lomba menulis surat buat presiden beberapa waktu lalu, saya menantang anak-anak untuk menulis. Anak saya bernama Ayup Kuswanto dan Rindi Muntiara bintang menjawab tantangan saya. Meskipun dengan malu-malu dan meminta tolong saya untuk memperbaiki beberapa kata, akhirnya surat mereka jadi dan saya kirim lewat pos. 
 
Kepada :
Yth.Bapak Presiden   Ir. Joko Widodo
di
tempat


Bapak  Presiden,  apa kabar ? Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri. Nama saya Ayup Kuswanto. Saya siswa dari kelas 8 SMP Negeri 2 Benjeng. Apakah Bapak pernah mendengar nama Benjeng? Kadang-kadang, orang membuat plesetan Benjeng menjadi Beijing. Entah apakah ada riwayat sejarah kesamaan dengan Beijing Cina, saya tidak tahu. Benjeng adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Gresik Propinsi Jawa Timur.

Bapak Presiden . . .
Ini surat yang saya buat dengan segenap hati dan pikiran saya. Saya berharap agar Bapak benar–benar mengetahui isi hati rakyat. Saya berharap, Bapak mendengar suara dari orang-orang di Indonesia tercinta ini, termasuk suara-suara rakyat yang tinggal di pelosok negeri ini. Dan  surat yang saya buat  khusus hanya untuk Bapak Presiden ini adalah suara dari pelajar yang berada di daerah terpencil.

Saya sebagai anak bangsa Indonesia, sering mendengar perkataan–perkataan dari mulut orang–orang tentang Indonesia ini. Banyak cerita tentang keindahan negeri ini. Banyak cerita tentang kesuburan negeri ini. Saya  sangat bangga menjadi anak Indonesia, Bapak. Tetapi  seringkali saya juga kecewa pada Indonesia. Dari berbagai media televisi dan koran yang saya baca, dari hari ke hari saya melihat,  Indonesia yang saya banggakan, Indonesia impianku menjadi Indonesia masalahku. Masalah di Indonesia yang seringkali datang bertubi – tubi, bagaikan pohon beringin yang dihujani dengan hujan yang sangat deras yang disertai hembusan angin sangat keras dan  petir yang menggelegar datang menyambar. Masalah yang banyak seperti perselisihan para tokoh politik, korupsi, kabut asap, nilai dolar meningkat, harga-harga yang tidak stabil,  krisis ekonomi masyarakat yang semakin parah, kesehatan penduduk belum teratasi, dan yang paling penting adalah pendidikan di Indonesia belum merata. Bagi saya, pendidikan itu sangat penting. Bagaimana kami bisa mengisi Indonesia Emas jika kami tidak mendapatkan pendidikan yang baik? Bagaimana kami bisa memperoleh akses pendidikan berkualitas jika pemerataan pendidikan belum kami dapatkan? Bagaimana kami bisa mewujudkan mimpi masa depan bangsa menjadi indah dan cerah bagaikan pelangi dan sinar mentari disiang hari jika anak–anak bangsa ini tidak mengenyam pendidikan? Akan jadi apa bangsa ini? Tanpa anak–anak bangsa yang berkualitas, saya gamang dengan keberadaan Indonesia dimasa depan, Bapak. Bapak Ibu Guru selalu memotivasi kami untuk belajar karena kami adalah Generasi Emas negeri ini. Tetapi jika keterbatasan biaya dari orang tua kami untuk melanjutkan sekolah, bagaimana kami siap untuk mengisi tahun-tahun emas itu, Bapak Presiden? Jangan-jangan, karena mahalnya biaya hidup saat ini, untuk melanjutkan ke SMA nantinya pun orang tua saya tidak sanggup karena uang yang ada sudah tinggal sisa-sisanya saja. Apalagi ke Perguruan Tinggi. Mendengar mahalnya biaya ke Perguruan Tinggi, saya merinding, Bapak. Terbayang betapa sulitnya saya meraihnya.

Please Bapak Presiden, saya tidak mau menjadi bagian dari keterpurukan Indonesia. Saya mau ambil bagian dari kecemerlangan Indonesia di masa depan. Oleh sebab itu, saya sangat berharap masalah yang ada di Indonesia saat ini bisa teratasi dan yang paling utama adalah masalah pemerataan pendidikan bagi seluruh anak negeri. Pemerataan pendidika mungkin bisa diatasi dengan adanya pendidikan gratis. Kalau tidak gratis 100%, dapat dimungkinkan dengan pendidikan berbiaya murah dan terjangkau untuk semua lapisan masyarakat. Dengan pendidikan berkualitas, saya yakin Indonesia bisa bebas dari masalah. Pada akhirnya Indonesia Masalahku benar-benar menjadi Indonesia Impianku, dan menjadi “Indonesia Gemilang, INDONESIA HARAPANKU”.

Hanya ini yang bisa saya sampaikan kepada Bapak Presiden. Jika ada kata – kata yang menyinggung perasaan Bapak saya meminta maaf yang sebesar – besarnya. Sekian dari saya, terima kasih.

Benjeng, 22 Oktober 2015
Hormat Saya



Ayup Kuswanto