Rabu, 15 Februari 2012

Anak-anak Istimewaku


ANAK-ANAK ISTIMEWAKU


Setiap tahun,  di setiap kelas, selalu ada anak-anak istimewa. Diantara anak-anak istimewa itu, ada beberapa yang kenangannya masih melekat kuat dalam pikiranku.
Anak yang pertama kuingat adalah seorang gadis lugu yang bernama Fitri. Ketika berada di kelas 7 dan 8, aku tidak mengajar dia. Aku hanya mendengar dari penuturan teman-teman guru tentang seorang anak yang sangat pendiam. Dalam hati aku bertanya sependiam apa sich kok sering sekali menjadi bahan pembicaraan teman-teman?
Ketika Fitri di kelas 9, dia berada di kelas 9C. Kebetulan, aku mendapat tugas untuk mengajar di kelas 9C dan 9D. Ternyata.... gadis itu memang pendiam sekali. Dia jarang mengerjakan tugas-tugas yang aku berikan. Tak ada satu katapun yang keluar dari bibirnya.  Ketika dia  aku ajak bicara, dia hanya menjawab lirih tak terdengar oleh telingaku. Kata  teman-temannya, tak pernah satu kalipun dia berbicara. Aku bingung. Dalam hati aku bertanya-tanya, mengapa ya dia tak mau bicara sama sekali? Apa dia tidak bisa bicara? Apakah dia takut? Ataukah dia merasa tidak bisa dengan pembelajaran matematika yang saya berikan?  Anehnya.....nilai-nilai ulangannya tidak pernah pada urutan terbawah.
Dan.....teman-teman sekelasnya kadang-kadang taruhan. Taruhannya adalah membuat Fitri mau bicara. Sebenarnya....gak salah teman-temannya sich. Kan teman-teman sekelasnya juga penasaran dengan Fitri? Sering aku mencoba bicara dengannya, tapi jawaban yang aku terima cuma anggukan dan gelengan. Akhirnya aku mencari informasi tentang dia dari tetangga dan teman-teman SD nya. Dari tetangga dan teman-temannya aku tahu bahwa dia tidak gagu. Tapi dia memang pendiam. Sangat pendiam. Tetapi kalau di rumah, dia mau bicara, lho! Menurut psikologi, gejala apa ya itu namanya? Wow....aku bayangkan betapa istimewanya dia. Seharian tidak bicara? Apakah aku sanggup seharian tidak bicara? Ataukah menurut dia berbicara itu tidak penting?
Sampai dia lulus, teman-teman sekelasnya tidak ada yang menang taruhan. Dan aku? Aku masih bingung tentang mengapa dia tidak mau bicara.
Anak kedua yang selalu aku ingat adalah Siswoyo. Dia anak yang sangat energik, dan kreatif. Celetukan-celetukan yang dia lontarkan adalah celetukan cerdas dan bermakna. Tetapi dia sangat suka menjahili teman perempuannya. Kebetulan waktu itu aku menjadi wali kelasnya. Ketika teman perempuannya menangis dan aku ingatkan dia, jawabannya mesti “iyo iyo iyo,buk!” sambil mengatupkan kedua tangannya didada sambil memandang aku seolah minta maaf.
Sebenarnya, aku tidak pernah bisa marah dengan Sis. Selalu ada sikap atau perilakunya yang membuat aku tersenyum. Pernah suatu kali, karena keusilannya aku hukum dia membersihkan taman dan berjalan mengelilingi taman di depan kelasnya. Ketika aku memanggil dia untuk masuk kelas lagi, ternyata dia tidak segera masuk. “Wah...ndableg tenan arek iki” pikir saya. Tetapi tak lama kemudian dia masuk sambil membawa setangkai kembang yang diletakkan di meja guru. Teman-teman sekelasnya tertawa. Tahu kembang apa yang dia bawa? Kembang kangkung dan kembang lombok! Setelah lulus, dia bercerita mengapa kok selalu ingin berbuat usil. Ternyata dia ingin membuat saya benar-benar  marah. Ha?  Mengapa? Ternyata dia gemes kok saya jarang sekali marah. Wah.....memang istimewa sekali keusilan dia. Sis......sis!
Anak istimewa ketiga namanya Apri. Anak ini badannya tinggi besar. Di wajah dan badannya banyak sekali panu. Pakaiannya sering sekali terlihat kumal.  Apri sering sekali membuat bapak/ibu guru kesal. Sebenarnya bukan karena penampilannya yang kumal yang membuat kami kesal. Di semua pelajaran, dia tidak pernah mau mengerjakan tugasnya. Kalau teman-teman guru melakukan pembelajaran di kelas 8A, dia selalu sibuk sendiri dengan kebiasaannya mengusili temannya atau duduk bengong sambil tertawa-tawa. Anehnya ketika dalam perjalanan pulang dari study tour Bali dia berbalas pantun dengan teman-teman satu bis, eh selalu menang. Padahal dia di lawan oleh seluruh teman-temannya. Dalam bahasa Benjeng, dia “digerbu” oleh teman-temannya.
Sebagai wali kelasnya, saya sering mendapat pengaduan dari guru-guru yang mengajar di kelas 8A. Saya  selalu berbicara dari hati ke hati dengannya. Tetapi....tetap saja dia tidak berubah. Tetap malas mengerjakan tugas-tugasnya. Nilai-nilai ulangannya hampir semuanya tidak memenuhi KKM. Bagaimana ini? Kalau tetap seperti ini,  pasti tidak naik kelas.. Ketika saya tanyakan kalau gak naik kelas gimana. Dia hanya tertawa. Katanya “yo angon wedus ae buk!’ dalam bahasa Indonesia “Ya menggembala kambing saja, buk!”
Akhirnya, dia memang tidak naik kelas. Sedih juga sich, meskipun dalam hati kecilku lega juga gak ketemu dengan anak yang seperti itu. (jahat banget ya?). Kami semua berfikir dia akan pindah sekolah atau drop out seperti kebiasaan anak-anak sini jika tidak naik kelas. Kebiasaan jelek ya? Leganya.....kelas tanpa Apri! Sebuah pemikiran egois yang sebenarnya tidak boleh dimiliki oleh seorang guru. Tapi guru kan juga manusia. Kelas yang tenang dengan anak-anak yang pintar dan nurut tentu sangat meringankan tugasku. Mungkin tidak hanya aku yang punya pemikiran seperti itu.
Liburan pun usai. Tiga hari pertama ada kegiatan MOS, Anak-anak kelas 8 dan 9 bergiliran masuk untuk mengikuti pelatihan PBB. Hari Kamis aku mengikuti kegiatan musyawarah guru mata pelajaran. Pulangnya, aku ke rumah ibukku. Sesampai disana, adikku yang juga menjadi guru di SMP ku nyeletuk “Mbak, Apri menang meskipun gak naik kelas.” Aku menanyakan apa maksudnya. Ternyata si Apri tidak mutasi atau DO, tetapi tetapi mengulang di kelas 8. Ha ha ha, betul juga kata adikku. Sungguh istimewa si Apri. Semoga kami bisa lebih sabar dan ikhlas membimbing dia. (Buat anak-anakku alumni SMPN 2 Benjeng, semoga kalian selalu menjadi orang yang baik)

Minggu, 12 Februari 2012

Peranan Akreditasi Dalam Meningkatkan Mutu Sekolah

PERANAN AKREDITASI DALAM MENINGKATKAN MUTU SEKOLAH 
 I. PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Latar belakang adanya kebijakan akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yaitu : ” Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan  Nasional. Dalam Sisdiknas menyatakan bahwa  perlu dilakukan pengembangan dan sekaligus membangun sistem pengendalian  mutu pendidikan melalui tiga program yang terintegrasi:   
·          Standarisasi
·          Akreditasi
·          Sertifikasi  

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000 – 2004 menyatakan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu dilaksanakan pengembangan sistem akreditasi sekolah secara adil dan merata baik untuk sekolah negeri maupun sekolah swasta

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB XVI Bagian Kedua tentang Akreditasi yang menjelaskan bahwa  akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan  pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan; dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik, dengan  kriteria yang bersifat terbuka.

Menurut UU Sisdiknas No. 20/2003, Pasal 5 ayat 1Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan  yang bermutu . Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau melampui standar (PP 19/2005 pasal 91). Untuk itu perlu dilakukan AKREDITASI terhadap kelayakan setiap satuan program pendidikan  (PP 19/2005 pasal 81)
           
B.     Pengertian
Akreditasi adalah kegiatan penilaian (assesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah.
Akreditasi adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan dan kinerja suatu sekolah berdasarkan kriteria (standar) yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS) yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional 087/U/2002.

Ada 8 Komponen Akreditasi Sekolah , yaitu :
 1. Standar  isi, (permen 22/2006) 
2. Standar proses, (permen 41/2007) 
3. Standar kompetensi lulusan, (permen 23/2006) 
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan, (13/2007 Ttg kasek, 
     permen 16/2007 Ttg Guru, permen 24/2008 ttg tenaga Adm) 
5. Standar sarana dan prasarana (permen 24/2007) 
6. Standar pengelolaan, (permen 19/2007) 
7. Standar pembiayaan, (pp, 48/2008) 
8. Standar penilaian Pendidikan, (permen 20/2008)

    C.     Tujuan

    1.  Untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan & kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah.  
    Akreditasi sekolah bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan suatu  sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan  dan memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah. Hasil dari akreditasi memberikan informasi tentang kelayakan lembaga pendidikan atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Pendidikan Nasional.

    2. Untuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat.
    Hasil akreditasi dipergunakan sebagai acuan untuk memberikan pengakuan peringkat kelayakan. Memberikan rekomendsi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait.

    3. Untuk kepentingan pengembangan, yakni agar sekolah dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi

    D.    Manfaat
    1. Acuan dalam upaya peningkatan mutu lembaga pendidikan  dan rencana pengembangan sekolah/madrasah
    2. Motivator agar lembaga pendidikan terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik ditingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional.
    3. Umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga sekolah/madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program sekolah/madrasah.
    4. Membantu mengidentifikasi sekolah/madrasah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk bantuan lainnya.


    II. PERANAN AKREDITASI DALAM MENINGKATKAN MUTU SEKOLAH

    Mutu adalah kesesuaian fungsi dengan tujuan, kesesuaian dengan spesifikasi dan standar yang ditentukan/berlaku, sesuai dengan kegunaannya, produk yang memuaskan pelanggan, sifat dan karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan / harapan pelanggan  (ISO 9000)

    Mutu sekolah adalah kesesuaian fungsi dan tujuan kelayakan lembaga pendidikan atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Pendidikan Nasional mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah.

    Setiap sekolah/madrasah secara bertahap dikembangkan agar meningkatan mutu sekolah untuk menuju kepada pencapaian Standar Pendidikan Nasional.

    Proses akreditasi ini dilakukan secara berkala dan terbuka dengan tujuan membantu dan memberdayakan satuan pendidikan agar mampu mengembangkan sumber dayanya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam menggunakan instrumen akreditasi yang komprehensif dan dikembangkan berdasarkan standar mutu yang ditetapkan, diharapkan profil mutu sekolah/madrasah dapat dipetakan untuk kepentingan peningkatan mutu sekolah/madrasah oleh berbagai pihak yang berkepentingan.

    Proses akreditasi memerlukan persiapan secara cermat oleh pihak sekolah. Perencanaan sekolah adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan sekolah yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Hasil akreditasi sekaligus menjadi umpan balik guna meningkatkan kinerja sekolah. Dari akreditasi sekolah diketahui tentang kelebihan, kelemahan, peluang suatu sekolah. Apabila masih terdapat indikator yang kondisinya di bawah target maka perlu dikaji lebih lanjut tentang faktor-faktor penyebabnya. Hal ini ditindaklanjuti dengan menyusun program sekolah yang sesuai untuk memperbaiki komponen atau indikator tersebut.
      
    III. PENUTUP


    A.    Kesimpulan

    Akreditasi adalah sebuah proses penilaian (assesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah. Hasil akreditasi sekaligus menjadi umpan balik guna meningkatkan kinerja sekolah.
    Akreditasi sebagai penilaian kelayakan dan kinerja suatu sekolah berdasarkan kriteria (standar) yang telah ditetapkan dan diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan

    B.     Saran

    Proses akreditasi memerlukan persiapan secara cermat oleh pihak sekolah. Persiapan ini harus dilakukan secara jujur. Artinya, setiap poin dalam instrumen penilaian, harus memang benar-benar ada dan atau benar-benar dilaksanakan. Agar hasil akreditasi dapat dipergunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kinerja sekolah, hendaknya pihak sekolah menanggapi secara bijak, tidak mengada-ada.  Kelebihan dan kekurangan yang ditemukan dalam penilaian akreditasi, hendaknya dijadikan sebagai pemacu untuk meningkatkan mutu sekolah, bukan untuk mencari kesalahan yang ada. Kekurangan yang ditemukan, diharapkan dapat dicarikan penyelesaian secara bersama-sama antara masyarakat pendidikan dan stockholder pembuat kebijakan.



    Bunda Lilis: Belajar Matematika yang Efektif

    Bunda Lilis: Belajar Matematika yang Efektif: BELAJAR MATEMATIKA YANG EFEKTIF A. Pengertian Belajar Dalam pengertian umum, belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pe...

    Catatanku 1

    Pembaharuan Kurikulum ,
    Catatan Kuliah hari ini
    Sabtu, 11 Pebruari 2012


    Masalah dalam dunia pendidikan di Indonesia semakin kompleks. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah,  pengajar kurang profesional, semakin hilangnya nilai-nilai luhur bangsa bahkan aturan-aturan dalam  sistem pendidikan yang terkesan kacau. Hasil pendidikan di Indonesia hari ini terasa hambar.

    Ada beberapa masalah utama pendidikan kita saat ini yang perlu dicermati, yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia pendidikan dan sistem pendidikan yang berlaku.

    Permasalahan pendidikan terjadi karena adanya kesenjangan antara kenyataan dan harapan.  Mengapa kesenjangan itu terjadi, beberapa faktor diungkapkan.

    1.  Filsafat negara.
    Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

    Antara filsafat negara dan kurikulum yang berlaku tidak sinkron. Kurikulum yang berlaku cenderung meng-ekor dari negara lain, dan tidak sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.  Ketika suatu negara berhasil dengan pendidikannya, para birokrat kita dengan bangga berusaha menerapkannya di Indonesia. Mereka hanya melihat hasil yang baik tetapi  tidak melihat bagaimana proses keberhasilan itu berlangsung.  Kognisi  lebih didewakan daripada afeksi. Tuntutan kurikulum selama ini hanya pada sebuah nilai verbal -saya menyebutnya angka-  bukan pada value dari pendidikan itu sendiri.

    Dr.dr.B.M Wara Kushartanti (pemerhati pendidikan.red), mengungkapkan bahwa  sistem pendidikan Indonesia tidak membuat siswa kreatif karena hanya terfokus pada proses logika, kata-kata, matematika, dan urutan dominan. Akibatnya perkembangan otak siswa tidak maksimal dan miskin ide baru. (PPMI Malang, Persma.com)

    Banyak masyarakat beranggapan kurikulum yang ada selama ini terlalu “padat”. Banyak materi dipaksakan masuk ke dalam kurikulum. Peserta didik dipaksakan menguasai semua kompetensi seolah otak peserta didik adalah software sebuah komputer. Proses bagaimana ilmu pengetahuan ter transfer sudah bukan urusan penting lagi. Pembelajaran bermakna seolah tanpa makna. Pengetahuan yang mereka dapat hanya kulitnya saja, sedang isinya belum mereka kuasai. Ibaratnya, kematangan mereka hanya kulitnya saja yang terlihat ranum, sementara isinya masih mentah.

    Sebuah pertanyaan menarik dari seorang kawan. Mengapa harus berkiblat pada negara lain? Bukankah Pancasila kalau dijadikan pedoman untuk penyusunan kurikulum pendidikan Indonesia, lebih bermakna dan sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia?

    2.   Tujuan pendidikan.
    Tujuan pendidikan Indonesia seperti yang tercantum dalam GBHN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Menurut UU no 2 tahun 1989 Sisdiknas Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.  Pendidikan dapat dikatakan berhasil jika sudah mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan ditempuh dengan tindakan-tindakan yang jelas pula. Banyak masyarakat menganggap bahwa pendidikan yang semula dimaksudkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara seperti yang termaktup pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah melenceng dari arah semula (PPMI Malang, Persma.com). Banyak lembaga pendidikan yang dijadikan lahan bisnis untuk mencari keuntungan dan laba. Pendidikan dijadikan alat untuk mengindroktrinasi idiologi menurut kepentingan penguasa. Biaya pendidikan  semakin mahal dan tak terjangkau bagi masyarakat miskin.
    Kualitas pendidikan  hanya diukur dari ijazah yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat). Berarti kalau  kita punya uang maka kita tidak usah sekolah tapi sama dengan yang sekolah karena memiliki ijasah. Harusnya pendidikan itu menciptakan siswa yang memiliki daya nalar yang tinggi, memiliki analisis tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam suatu permasalahan dapat mengambil suatu keputusan.

    Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Tetapi kenyataan yang ada sekarang, terjadi sentralisasi dalam pendidikan. Mulai dari standardisasi nilai Ujian Akhir Nasional hingga kebijakan penerapan otonomi kampus di Perguruan Tinggi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Semua sistem yang dipaksakan diterapkan pada dunia pendidikan di Indonesia menimbulkan berbagai permasalahan di sekolah,  mulai dari menciptakan tim sukses UAN, kecurangan-kecurangan yang dianggap tidak ada,  penolakan keras,  kritik terhadap sistem, hingga kepasrahan para ujung tombak yang dengan sikap apatis berpikir “Koen nggawe model ngono, yo tak akali ngene, sik pinter maling e timbang polisine, lu jual gue beli”. Sebuah sikap apatis yang timbul karena suara-suara dari ujung tombak pendidikan ternyata tidak pernah dianggap ada.

    3.  Perkembangan Masyarakat
    Masyarakat berkembang sangat pesat. Ketika kurikulum pendidikan sudah tidak sesuai dengan masyarakat  maka diperlukan perubahan/pembaharuan kurikulum.

    Memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan Negara lain. Peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan. Pendidikan di Indonesia tidak fokus sehingga out-putnya tidak  jelas kemana arahnya. Ibarat barang produksi, ketika dilempar ke pasar, masyarakat tidak mau menerima karena tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat. Selama ini, kurikulum yang berlaku selalu tertinggal beberapa langkah dengan masyarakat? Mengapa ya? Barangkali dibutuhkan kumpulan birokrat “paranormal” yang bisa menerawang masa depan, sehingga bisa “melihat” apa yang dibutuhkan oleh masyarakat kedepan, dan bisa menyusun kurikulum yang sesuai dengan pangsa pasar.

    4.  Eksplosi Ilmu Pengetahuan
    Ilmu Pengetahuan berkembang sangat cepat seperti deret ukur.  Perkembangan teknologi terutama teknologi komunikasi dan teknologi informasi (ICT), yang telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan tak terkecuali pendidikan.  Kemajun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa ilmu pengetahuan sangat luas dan tak terbatas, dunia terbuka sehingga peserta didik bebas mengakses ilmu pengetahuan dari sumber  lain. Kurikulum yang “jalan di tempat” akan ditinggalkan dan hanya menjadi tumpukan aturan-aturan administrasi yang tidak bermakna.

    Sebuah pertanyaan”mau dibawa kemana, pendidikan kita ini” seperti  alunan merdu sebuah lagu. Merdu tetapi cukup pahit jika dimaknai secara mendalam. Pertanyaan itu membutuhkan sebuah jawaban segera dari semua unsur pendidikan di Indonesia.

    Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Sebab percuma saja, jika kualitas sumber daya manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pingiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.

    Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan jaman, guna mencapai hasil yang maksimal.

    Perubahan kurikulum didasari pada kesadaran bahwa perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak lepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional, termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Tetapi yang perlu diperhatikan, perubahan kurikulum harus dilakukan dengan cermat, melibatkan unsur-unsur masyarakat yang kompeten. Dan yang penting, diperlukan “paranormal-paranormal birokrat” yang mampu melihat setidaknya lima tahun ke depan, yang mempunyai “telinga tipis” untuk mendengar apa kemauan masyarakat dan pelaku-pelaku pendidikan di seluruh pelosok negeri. Karena sebuah perubahan kurikulum, pasti memerlukan biaya sangat besar.



    Belajar Matematika yang Efektif

    BELAJAR MATEMATIKA YANG EFEKTIF
     

    A.    Pengertian Belajar

    Dalam pengertian umum, belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu

    Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. (cafestudi061).

    Belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon utama, dengan sarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah laku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara oleh suatu hal (Nasution, dkk: 1992: 3).

    Para peneliti umumnya mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Selain itu, ahli–ahli psikologi mempunyai pandangan yang berbeda mengenai apa belajar itu. Dalam pandangan psikologis, menurut Ali Imron (1996:2 – 14),dalam cafestudi061 ada 4 pandangan mengenai belajar, yaitu :

    1.      Pandangan Psikologi Behavioristik.
    Menurut psikologi behavioristik, belajar adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor–faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Pengubahan tingkah laku dan atau diri sendiri seseorang dapat dilakukan melalui latihan/membiasakan mereaksi atas stimulus – stimulus yang dialami.
    Belajar dapat dilakukan dengan mencoba– coba (trial and error). Mencoba – coba ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu. Dalam mencoba – coba ini seseorang mungkin akan menemukan respons yang tepat berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya.
    2.      Pandangan Psikologi Kognitif
    Menurut psikologi kognitif, belajar adalah suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan, mengabaikan dan respon – respon lainnya guna mencapai tujuan.
    3.      Pandangan Psikologi Humanistik
    Pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa dari pandangan psikologi behavioristik. Menurut pandangan psikologi humanistik, belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar – besarnya kepada individu.
    Siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan – keputusan yang ia ambil atau pilih.
    4.      Pandangan Psikologi Gestalt
    Menurut pandangan psikologi Gestalt, belajar adalah terdiri atas hubungan stimulus respon yang sederhana tanpa adanya pengulangan ide atau proses berpikir. Dalam belajar ditanamkan pengertian siswa mengenai sesuatu yang harus dipelajari.
    Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya pengalaman. Belajar selalu melibatkan perubahan pada dirinya dan melalui pengalaman yang dilaluinya oleh interaksi antar dirinya dan lingkungannya baik sengaja maupun tidak disengaja. Perubahan yang semata–mata karena kematangan seperti anak kecil mulai tumbuh dan berjalan tidak termasuk perubahan akibat belajar, karena biasanya perubahan yang terjadi akibat belajar adanya perubahan tingkah laku.
    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 729) menyebutkan ”belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan”.
    Dalam proses belajar mengajar perlu diperhatikan faktor-faktor seperti kemauan dan minat siswa turut menentukan keberhasilan belajarnya. Perbedaan kemampuan siswa mengakibatkan perbedaan waktu untuk menguasai materi pembelajaran.
    Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian dan tingkah laku manusia dalam bentuk kebiasaan, penguasaan pengetahuan atau ketrampilan, dan sikap berdasarkan latihan dan pengalaman dalam mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan untuk mengumpulkan pengetahuan–pengetahuan melalui pemahaman, penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali di waktu yang akan datang. Belajar berlangsung terus–menerus dan tidak boleh dipaksakan tetapi dibiarkan belajar bebas dalam mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. (duniabaca.com)
    B.     Pengertian Belajar Matematika
    Matematika adalah salah satu dari mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Banyak siswa menganggap bahwa matematika adalah hantu dalam langkah mereka menuju kelulusan. Banyak ketidaklulusan siswa karena nilai matematika nya tidak memenuhi standar minimal yang ditetapkan pemerintah. Berdasarkan  pengamatan penulis, ketidakberhasilan siswa mencapai kompetensi yang diinginkan bukan karena siswa itu tidak pandai atau IQ yang rendah, tetapi karena cara belajar mereka yang tidak efektif.
    Ada beberapa pendapat tentang belajar matematika seperti yang dikemukakan oleh Herman Hudoyo (1990:25-27) :
    (1) Robert Gane
    Belajar matematika harus didasarkan kepada pandangan bahwa tahap belajar yang lebih tinggi berdasarkan atas tahap belajar yang lebih rendah.
    (2) J. Bruner
    Belajar matematika ialah belajar tentang konsep-konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika.
    (3) Z.P Dienes
    Berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dimengerti secara sempurna hanya jika pertama-tama disajikan kepada siswa dalam bentuk konkrit.
    Sementara itu Sri Wardani (2003:3-4) mengemukakan pendapat beberapa pakar:
    (1) Kolb (1949)
    Mendefinisikan belajar matematika sebagai proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui transformasi pengalaman individu siswa. Pendapat Kolb ini intinya menekankan bahwa dalam belajar siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya mengkontruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari dan siswa harus didorong untuk aktif berinteraksi dengan lingkungan belajarnya sehingga dapat memperoleh pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya.
    (2) Heuvel-Panhuizen (1998) dan Verchaffel-De Corte (1977)
    Pendidikan matematika seharusnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk “menemukan kembali” matematikan dengan berbuat matematika. Pembelajaran matematika harus mampu mmeberi siswa situasi masalah yang dapat dibanyangkan atau mempunyai hubungan dengan dunia nyata. Lebih lanjut mereka menemukan adanya kecenderungan kuat bahwa dalam memecahkan masalah dunia nyata siswa tergantung pada pengetahuan pada pengetahuan yang dimiliki siswa tentang dunia nyata tersebut.
    (4) Goldin (1992)
    Matematika ditemukan dan dibangun oleh manusia sehingga dalam pembelajaran matematika harus lebih dibangun oleh siswa daripada ditanamkan oleh guru. Pembelajaran matematikan menjadi lebh aktif bila guru membantu siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna.
    Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika adalah belajar tentang rangkaian-rangkaian pengertian (konsep) dan rangkaian pertanyaan-pertanyaan (sifat, teorema, dalili, prinsip). Untuk mengungkapkan tentang pengertian dan pernyataan diciptakan lambang-lambang, nama-nama, istilah dan perjanjian-perjanjian (fakta). Konsep yaitu pengertian abstrak yang memungkinkan seseorang dapat membedakan suatu obyek dengan yang lain.
    C.     Pengertian Belajar Efektif

    Belajar efektif adalah cara belajar yang dapat  meraih tujuan yang ingin dicapai dari belajar itu sendiri. Pada pembelajaran yang efektif, seorang guru mampu membimbing siswanya mencapai kemampuan yang sesuai dengan kompetensi dasar dari materi yang diajarkan.
    Sesungguhnya setiap anak terlahir cerdas. Ini paradigma baru dalam pendidikan yang sedang berkembang. Paradigma ini mungkin bertentangan dengan persepsi yang diyakini selama ini, bahwa anak cerdas berjumlah terbatas daan mereka menempati lapisan tertentu dalam dunia manusia. Penemuan baru tentang kecerdasan pada semua anak diharapkan dapat mengubah pendekatan pendidikan yang selama ini terlanjur mapan.
    Menurut Dr. Thomas Amstrong (l994), setiap anak dilahirkan dengan membawa potensi untuk menjadi cerdas. Sifat bawaan itu antara lain : keingin-tahuan, kemampuan eksplorasi pada lingkungan, spontanitas, vitalitas, dan fleksibilitas.
    Dipandang dari pandangan ini, tugas pendidikan (sekolah, keluarga, dan masyarakat) adalah memberikan kesempatan berkembang pada kemampuan bawaan itu, sehingga membantu perkembangan kecerdasan anak secara menyeluruh.
    Namun, ada masalah yang mengganjal dari klaim tersebut. Sering kita menemukan dalam satu kelas ada anak yang tampak lambat dalam belajar, Sementara ada anak lain yang terlihat cepat dalam belajar. Tetapi karena mereka berada pada pada kelas yang sama, maka dapat dipandang perlakuan guru, media belajar, dan lingkungan belajar relatif sama. (IGN Widana Putra dan IGA Kusuma Wardani)

    Belajar adalah suatu proses yang terjadi secara internal di dalam diri individu dalam usahanya memperoleh hubungan-hubungan dan pengetahuan baru. Dari belajar maka akan diperoleh pengetahuan-pengetahuan baru. Tetapi dalam kenyataan, ada orang yang bisa belajar dengan cepat, tetapi ada yang lambat dalam menyerap pengetahuan-pengetahuan baru.

    Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan agar siswa dapat belajar secara efektif.
    1.  Tumbuhkan motivasi untuk belajar.
    Motivasi belajar merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk belajar sesuatu atau atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. (www.anneahira.com)
    Motivasi adalah hal yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Apapun yang diperbuat manusia, yang penting maupun yang tidak penting, yang berbahaya maupun yang tidak mengandung resiko selalu ada motivasinya. Untuk itu, motivasi siswa untuk belajar harus ditumbuhkan. Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar. http://aadesanjaya.blogspot.com)
    Dalam buku Ngalim Purwanto, Sartain mengatakan bahwa motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Tujuan adalah yang membatasi/menentukan tingkah laku organisme itu (Ngalim Purwanto, 2007 : 61).
    Dengan demikian motivasi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan untuk terjadinya percepatan dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara khusus. Motivasi adalah sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi” (Sardiman, 2001 : 83)
    2. Buatlah jadwal belajar yang rutin dan teratur, Jika jadwal belajar sudah dibuat, maka harus disiplin dan mematuhi jadwal itu. Belajar sedikit-sedikit tapi rutin lebih efektif daripada belajar banyak tetapi tidak rutin.
    3.  Siapkan fasilitas belajar seperti tempat belajar, alat tulis, buku catatan, buku latihan, buku pelajaran dan alat bantu belajar lainnya.
    4.  Ciptakan suasana menyenangkan dalam belajar. Misalkan kamu lebih mudah belajar sambil mendengarkan radio/musik, maka kamu dapat membunyikan radio untuk menemani belajar.
    5.  Jaga stamina baik fisik maupun psikis dengan makan, minum, olahraga, dan istirahat yang teratur.
    6.  Jangan pernah lupakan berdoa dan beribadah menurut agama dan keyakinan.

    D.    Belajar Matematika Yang Efektif

    a.       Belajar matematika di sekolah..
    1. Siapkan pelajaran dengan baik jangan lupakan perlengkapan belajar dan PR bila ada.
    2. Menyimak uraian yang disampaikan oleh guru dengan baik dan penuh konsentrasi.
    3.  Aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran yang diciptakan/dirancang guru.
    4.  Aktif bertanya jika ada uraian guru yang tidak jelas.
    5.   Rajin sekolah dan rajin mengerjakan tugas atau latihan yang diberikan.
    6. Buatlah catatan apa yang diterangkan guru di kertas buram atau coretan-coretan, kemudian tulislah kembali apa yang diterangkan guru dengan membuat rangkuman materi dan rumus.

    b.  Belajar matematika di rumah.
    1. Catat rumus-rumus, teori, konsep pada kertas kecil, bentuk yang menarik, beri warna kemudian tempel di tempat yang strategis di rumah/kamarmu, sehingga selalu menjadi perhatian dan mudah dibaca kapan saja.
    2.  Membuat target harian. Misal ”Hari ini aku harus bisa mengerjakan satu soal tentang luas lingkaran”.
    3.  Rajin mengerjakan soal-soal latihan.
    4.  Disiplin, teratur, konsisten.
    5. Aktif bertanya pada teman yang pandai atau guru jika mengalami kesulitan. Manfaatkan teknologi yang cenggih, misal sms atau email guru atau temanmu yang pandai. Atau browsing soal-soal/contoh soal di internet.
    6.  Selalu berdoa dan jangan cepat menyerah.

    E.     Penutup  

    Dengan belajar matematika secara efektif  maka diharapkan siswa dapat mencapai standar kompetensi yang diinginkan. Sikap positif dalam  belajar yang harus dikembangkan antara lain  :
    1. Yakin bahwa setiap proses belajar yang dilalui akan membuahkan hasil yang baik.
    2. Tidak mudah putus aca jika menemui kesulitan dalam belajar.
    3. Ketekunan adalah kunci untuk membuka keberhasilan. Banyak kasus anak yang pandai bukanlah anak yang IQ nya tinggi tetapi anak yang tekun
    4.  Selalu berdoa dan pasrah karena keberhasilan itu atas kehendakNya.

    Pada akhirnya, berhasil atau tidaknya, tergantung pada sikap masing-masing. Belajar matematika dengan efektif, diharapkan dapat mencapai hasil yang maksimal.
       


    Terima kasih
    Selamat belajar, semoga sukses!